Saya Bangga Mengenal Yesus
Meskipun tak memiliki harta di dunia, namun dapat mengenal dan merasakan cinta Tuhan Yesus merupakan anugerah terindah yang pernah dirasakan oleh Rasiman (62). Sungguh, semua itu tak mampu dibandingkan dengan yang lain. Karena cinta Yesus telah mengubahkan hidupnya menjadi lebih berarti. Inilah kisah perjuangannya dalam mengenal Sang Juruselamat.
31 Desember 1949 silam, tepatnya di Kebumen, Jawa Tengah saya lahir ke dunia ini dari keluarga yang belum mengenal Yesus. Keluarga saya sangat meyakini ajaran kejawen (Jawa). Jika ada hal-hal aneh yang terjadi dalam hidup kami, biasanya kami berkonsultasi pada dukun (orang pintar). Hal itu berlaku sejak saya kecil hingga dewasa.
Keadaan pas-pasan orangtua saya, membuat saya hanya dapat menikmati pendidikan sampai kelas 6 SD. Setamat sekolah saya harus bekerja. Mulanya bekerja pada paman, membantu beliau berdagang kelontong. Namun semangat muda yang sangat menggelora, membuat saya tergoda untuk merantau ke Jakarta seperti yang dilakukan beberapa teman saya.
Di Jakarta, saya tidak mempunyai kerabat atau saudara. Yang ada hanya keluarga teman sekampung. Mengawali perjuangan di Jakarta, saya menginap di rumah seorang teman sekaligus membantu keluarganya berdagang. Namun, karena berbagai banyak hal, akhirnya saya memutuskan bekerja sebagai kuli bangunan dan tinggal di bedeng (rumah sementara yang disediakan mandor bangunan di area bangunan).
Bekerja sebagai tukang bangunan kala itu, membuat penghasilan saya jauh lebih baik. Hal ini membuat saya berani menikahi seorang wanita dari kampung halaman, dan membina rumah tangga bersamanya. Setelah kami menikah, kami menyewa sebuah rumah kontrakan.
Kehidupan rumah tangga ternyata bukan memberi kebahagian, malah menambah banyak persoalan hidup.Mulai dari masalah ekonomi sampai masalah hubungan dengan keluarga istri. Sampai suatu hari, bos tempat saya bekerja, menanyakan perihal hidup saya. Ia seorang Kristiani dari keturunan Tionghoa. Ia bertanya, mengapa saya tidak menjalankan ibadah seperti kepercayaan yang saya anut. Karena saya memang tak pernah menjalankan perintah agama kala itu. Ia lalu mengajak saya ke gereja. Saya pun ikut saja. Di gereja, ia menjelaskan kalau nanti ada kotak untuk mempersembahkan uang untuk gereja. Lalu ia memberikan saya uang agar saya memasukkan uang itu ke dalam kotak. Saya menurutinya. Meski tak mengerti tentang acara gereja, namun saya merasakan ada satu kedamaian yang tak pernah saya rasakan.
Minggu demi Minggu saya lewati dengan pergi ke gereja bersama bos saya. Hal itu terjadi sekitar tahun 1977. Setelah 3 tahun lamanya, saya pun memutuskan untuk ikut kelas katekisasi di gereja dan dibaptis tahun 1980. Saat itu istri saya belum mau menerima Yesus. Jangankan menerima Yesus, ke gereja saja ia tak mau.
Mengenal Yesus dan menerima-Nya sebagai Juruselamat ternyata tak membuat hidup saya semakin baik. Gelombang masalah rumah tangga saya malah semakin berat. Waktu itu, sekitar tahun 1982, bos saya memutuskan pindah ke Bandung karena bisnis yang dirintisnya di Jakarta mengalami masalah. Ia memang mengajak saya turut serta, namun karena berbagai faktor, sayapun menolaknya. Hal ini membuat saya bingung mencari pekerjaan. Selama itu saya mencari informasi dari teman-teman sekampung, di mana ada lowongan pekerjaan sebagai buruh bangunan. Tuhan pun membuka jalan. Saya bekerja lagi sebagi tukang bangunan. Tapi belum lama bekerja, saya terjatuh dan membuat tangan kiri saya patah. Selama 10 bulan saya tidak bisa bekerja.Karena tak memiliki cukup uang, saya hanya mengobati tangan saya ke tukang pijat. Namun pertolongan Tuhan selalu nyata setiap hari sehingga saya tak pernah berkekurangan meski tidak memiliki penghasilan.
Anak saya yang kedua pun selalu menangis pada malam hari.Menurut cerita tetangga kami, rumah kontrakan yang kami tempati ada ‘penunggunya’ atau mahluk halusnya. Tapi saya tidak mempercayai hal itu. Hingga suatu hari beberapa pengerja gereja dan hamba Tuhan datang dan mendoakan, barulah ada perubahan. Namun anak saya tetap menangis setiap malam. Tapi kali ini ia menangis minta dan menunjuk-nunjuk arah jalan menuju gereja. Awalnya istri saya tak mengerti, lalu menuruti keinginan anak saya. Setelah tiba di gereja ia menjadi tenang. Hal ini sering berlangsung, sehingga istri saya sering ke gereja, bukan untuk ibadah tapi untuk mendiamkan anak saya. Lama kelamaan, kaum wanita dari gereja mengajak istri saya bergabung. Awalnya ditolak istri saya, tapi lama kelamaan ia datang juga mengikuti ibadah. Sehingga tahun 1985 istri saya dibaptis.
Akhirnya sekitar tahun 1993 saya meneguhkan pernikahan saya dan istri saya. Kami mengucapkan janji pernikahan secara Kristen di depan altar gereja. Rasanya seperti kembali memulai hidup baru bersama istri walau kami sudah lama menikah. Kehidupan selanjutnya saya jalani bersama istri dengan melayani Tuhan di gereja. Saya bersyukur dapat mengenal Yesus. Ia memilih saya walau saya tak berarti dan sangat rendah. Tuhan memberi saya kesempatan untuk menjadi terang dalam keluarga besar walau mereka belum menerima Yesus, bahkan mereka membenci Yesus. Tapi saya percaya Tuhan akan memberikan mereka kesempatan seperti yang saya alami. Tuhan memberkati hidup saya sehingga bisa menyekolahkan anak-anak hingga tamat SMA dan perguruan tinggi. Tuhan juga memberikan anak-anak yang setia dan rajin melayani Tuhan. Saya bangga mengenal Yesus.
No comments:
Post a Comment